Kekerasan di Pondok Pesantren Kembali diperbincangkan setelah mencuat beberapa kasus kekerasan yang bahkan sampai merengut jiwa santrinya. Peristiwa tersebut menjadikan hal yang sangat mengerikan apalagi terjadi dilembaga yang notabenenya lembaga pendidikan keagamaan.
Meskipun, peristiwa kekerasan dalam dunia pendidikan
sebenarnya bukanlah hal yang baru. Bahkan telah terjadi sepanjang sejarah
berdirinya lembaga Pendidikan itu sendiri, baik yang bersifat maupun non
formal.
Kekerasan yang terjadi dalam dunia Pendidikan selama
ini dilandasi oleh berbagai macam latar belakang. Kekerasan itu bisa dalam
bentuk kekerasan fisik maupun dalam bentuk
kekerasan verbal semacam intimidasi dan perundungan (bully).
Ternyata kekerasan yang terjadi selama ini, bukan
hanya terjadi secara fisik dan atau perundungan semata. Beberapa peristiwa yang
terjadi juga sangat mengerikan yaitu menimbulkan korban jiwa.
Dikutip dari berbagai sumber berita, peristiwa nyata
yang mengerikan di lingkungan Pondok Pesantren yang terjadi akhir-akhir ini
adalah seperti terjadi di Pondok Pesantren Gontor, salah seorang santrinya yang berinisial AM (17) meninggal dunia diduga
akibat penganiayaan yang dilakukan seniornya.
Kemudian Pengeroyokan
di Pondok Pesentren Darul Qur'an Lantaburo Cipondoh, Tangerang, seorang santri
yang berinisial RAP meninggal dunia diduga akibat dikeroyok oleh sejumlah
santri lainnya pada 27 Agustus 2022. Pada peristiwa in, polisi telah menetapkan 12
santri sebagai tersangka.
Peristiwa lain yaitu perkelahian
di Pondok Pesantren Daar El-Qolam
Tangerang
Seorang santri di Tangerang meninggal dunia usai berkelahi dengan temannya di
lingkungan pondok Daar El-Qolam Tangerang pada 7 Agustus 2022. Pengoroyokan
ditengarai perkelahian dari toilet di kamar korban BD (15). Pelaku RE (15)
datang seraya mendorong pintu kamar mandi dan mengenai BD hingga memicu amarah.
Contoh nyata di atas
membuat semuanya miris. Apalagi, orang tua yang anaknya sedang menimba ilmu di
Lembaga-lembaga tersebut (baca: Pondok Pesantren). Sebab, bukan tidak mungkin
efek kekerasan, bila tidak ditanggulangi dengan cepat, akan menimpa anaknya.
Sebagaimana yang telah
disinggung di atas, kekerasan yang terjadi di Pondok Pesantren sebagaimana
Lembaga Pendidikan lainnya, bisa dilakukan oleh Pendidikan kepada anak didik,
anak didik kepada pendidik, anak didik senior kepada juniornya dan kelompok anak didik terhadap teman
sebayanya.
Kekerasan di Pondok Pesantren rentan dipicu oleh
hal-hal sebagai berikut:
1. Kekerasan yang dipacu
dan dilakukan pendidik (ustadz/ah) kepada santrinya. Meskipun ini sangat
sedikit terjadi tetapi pada fakta kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap
para santrinya tetap ada. Bisa jadi penyebab adalah para Pendidik kurang
dibekali dengan ilmu mendidik. Hal ini
terjadi, karena ada Lembaga Pendidikan seperti Pondok Pesantren yang mengangkat
pendidiknya dari santri senior atau yang baru lulus karena faktor prestasinya.
Mereka langsung dipercayakan untuk mengajar tanpa pernah mengikuti training mendidik
sekalipun. Jangankan mereka yang tidak
pernah mengikuti training mendidik dan mengajar, terkadang para guru lulusan
Lembaga Kependidikan sering melakukan kesalahan dalam bentuk kekerasan kepada
anak didik.
2. Pondok Pesantren adalah sebuah Lembaga Pendidikan berbasis
Boarding dimana semua santri 24 jam berada dan tinggal dalam asrama dalam
lingkungan pondok. Tentu saja setiap
asrama memiliki penanggungjawab sendiri-sendiri. Biasanya, penanggungjawab asrama disebut musrif.
Musrif ada yang direkrut khusus atau dari santri senior yang telah
menyelesaikan kesantriannya. Para musrif
yang direkkrut biasanya mereka yang belum berkeluarga dengan tujuan agar bisa full
time di asrama. Tetapi Ada juga pesantren yang menunjukkan santri senior kelas
akhir sebagai musrif untuk membina para junior. Tugas para musrif ini dapat
dikategortikan sangat berat yaitu pembinaan dan penegakan kedisiplinan secara
langsung di asrama. Termasuk mengontrol petugas piket dan petugas kebersihan asrama. Mereka diberi tugas menjaga
agar para santri tidak keluyuran, tidur tepat waktu dan lain sebagainya. Tugasnya
musrif seperti itu, tentu dan sudah dapat dipastikan terjadi gesekan yang
berakibat terjadinya kekerasan (mungkin mereka yang pernah mondok bisa memahami
ini).
3. Senioritas adalah salah pemicu terjadinya kekerasan di Pondok
Pesantren atau juga di Lembaga Pendidikan lain terutama yang berbasis boarding.
Para senior di Pondok Pesantren berinteraksi langsung 24 jam dengan para juniornya di Lembaga Pendidikan berbasis
boarding. Kekerasan terjadi karena para Senior memanfaatkan juniornya untuk
mengikuti apa yang diinginkan oleh para senior. Bila mereka patuh dan takut kepada senior
semacam ini maka akan selamat atau aman. Tetapi, tidak semua bisa didekte
seenak senior ini menjadi pemicu atau pengeroyokan. Senioritas seperti ini
sangat berbahaya dan korban keganasan mereka sudah ada. Biasanya mereka lakukan
karena menjaga marwah senioritas dengan alasan membina para junior.
4. Perudungan juga menjadi pemicu kekerasan di Lembaga seperti Pondok
Pesantren dan juga di Lembaga Pendidikan lain. Perudungan bisa dilakukan oleh
senior atau bahkan teman sebayanya. Perudungan sering terjadi pada anak-anak
baru masuk. Bila dilakukan senior alasannya juga untuk membina para juniornya.
5. Kekerasan juga bisa terpiju karena karena kesempatan para senior
ikut lomba diambil alih oleh juniornya. Mungkin karena misalnya para pengelola
Pondok Pesantren atau sebuah Lembaga Pendidikan ingin objektif mengirim
perwakilan lomba berdasarkan hasil seleksi yang kebetulan didominasi oleh
junior. Karena iri hati, para senior mengitiminasi atau sampai pada pemukulan
kepada junior yang ikut lomba agar juniornya tidak ikut lomba dan kemudian
ditunjukkan seniornya untuk ikut lomba.
6. Hal yang perlu diingatkan juga kepada sejumlah pondok pesantren bahwa praktek “palak memalak” juga masih terjadi meskipun terkadang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Praktek ini tidak jarang berakhir pada kekerasan.
Pemicu kekerasan di
Pondok Pesantren perlu mendapat perhatian ketat dari pengelola Pondok
Pesantren. Sebab pemiju tersebut masing sering terjadi sampai saat ini.
Para pengelola Pondok Pesantren harus melakukan evaluasi secara
menyeluruh terhadap manajemen Pondok Pesantren dan menghapuskan segala tindakan
yang berpotensi menimbulkan kekerasan. Saya yakin mengelola santri yang
terkadang jumlahnya ribuan seperti Pondok Pesantren Gontor tidaklah semudah
membalik telapak tangan. Sebab, kekerasan itu terjadi tidak melihat
apakah pesantren itu sudah terkenal atau belum. Terkadang, kita anggap ada
pondok pesantren yang memiliki majajemen yang hebat tiba-tiba terjadi juga
kekerasan yang menimbulkan korban jiwa. Pondok Pesantren perlu terus menerus melakukan
pembenahan. Jangan terlena dengan zona yang dianggap aman selama ini. Meskipun
selama ini dikenal hebat dan aman, tetapi kecolongan juga. Sebab bila tidak ada
perbaikan dan kontrol yang ketat akan merugikan Lembaga, orang tua dan
santri itu sendiri (**dj).